Nelayan Kawasan Spermonde Beralih ke Energi Ramah Lingkungan: Antara Hemat Biaya dan Tantangan Teknologi

Kamis, 30 Januari 2025 | 11:07:48 WIB
Nelayan Kawasan Spermonde Beralih ke Energi Ramah Lingkungan: Antara Hemat Biaya dan Tantangan Teknologi

Meski langit kelabu menyelimuti kawasan Pelabuhan Rakyat Paotere, Makassar, semangat para nelayan di daerah tersebut tidak mengendur. Mereka sibuk menyiapkan segala logistik untuk melaut sambil memeriksa panel surya yang menjadi teknologi andalan mereka untuk menghemat biaya operasional. Peubahan ini menggambarkan transformasi signifikan bagaimana nelayan kawasan ini beralih pada energi terbarukan, seperti yang terpantau pada Selasa, 21 Januari 2025.

Transformasi Energi Ramah Lingkungan

Di tengah hiruk-pikuk persiapan melaut, tampak Yahya, seorang nelayan berpengalaman asal Pulau Dewakang, Kabupaten Pangkep. Ia dengan telaten memeriksa setiap sudut panel suryanya yang telah dibeli sejak tahun 2020 seharga Rp1,7 juta. "Setiap hari saya pastikan tidak ada kotoran atau daun yang menutupi permukaan panel. Pemeliharaan harus telaten agar energi matahari bisa terserap optimal," tutur Yahya.

Panel surya tersebut tidak hanya menghidupkan lampu-lampu di kapalnya, tetapi juga mengoperasikan radar kapal dan memulai mesin kapal. Langkah inovatif ini telah menghemat biaya operasional harian Yahya yang biasanya mencapai Rp180 ribu untuk bahan bakar solar. Kini, ia tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil sama sekali. "Alhamdulillah sudah 3 tahun terakhir tidak membeli BBM lagi untuk menghidupkan mesin kapal," imbuhnya.

Yahya hanyalah satu dari banyak nelayan di kawasan tersebut yang beralih ke energi terbarukan. Salah satunya adalah Mustari dari Pulau Kodingareng. Tahun lalu, demi mendapatkan panel surya, Mustari bahkan harus meminjam modal dari Koperasi Nelayan. "Semua sudah terlunasi dan saya tidak perlu lagi pusing memikirkan cicilan," ujar Mustari.

Peran Perusahaan dalam Proses Transformasi

Tak semua nelayan harus berfokus pada pembiayaan sendiri. Haeruddin, nelayan dari Pulau Balang Caddi, mendapatkan panel surya dari bantuan dana CSR salah satu perusahaan BUMN. "Meskipun gratis, panel ini tetap harus dipelihara dengan baik. Pengalaman kehilangan panel karena terbang diterjang angin membuat saya lebih berhati-hati," ungkap Haeruddin, sambil mengenang saat ia harus terjun ke laut untuk menyelamatkan panelnya tersebut.

Inisiatif perusahaan melalui CSR telah mempercepat adopsi teknologi hijau di komunitas nelayan. Keberhasilan ini tampak pada data dari Pusat Pelelangan Ikan Paotere yang mencatat hampir 50% armada penangkap ikan besar di atas 20 GT telah memakai teknologi panel surya.

Sosialisasi dan Dukungan Pemerintah

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan, Muhammad Ilyas, mengungkapkan bahwa pemerintah aktif mensosialisasikan penggunaan energi terbarukan agar nelayan dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil. "Kami memediasi nelayan untuk mendapatkan pembinaan dan bantuan peralatan operasional. Hal ini termasuk bagian dari strategi kami menuju Net Zero Emission 2060," katanya.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menghubungkan nelayan langsung ke eksportir melalui Kawasan Industri Makassar (KIMA), sehingga mereka bisa mendapatkan harga ikan yang lebih layak dan menghindari rantai distribusi yang panjang. "Kami harap, eksportir juga dapat berperan sebagai 'bapak angkat' untuk nelayan-nelayan, seperti yang terjadi di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang," lanjut Ilyas.

Dukungan eksportir, dalam bentuk sosialisasi atau dana CSR, sangat membantu para nelayan. Hal ini ditegaskan oleh Haeruddin yang mengingatkan pentingnya memanfaatkan teknologi ini dengan hati-hati namun tetap efisien.

Tantangan dan Peluang Energi Hijau

Nelayan yang beralih ke energi hijau menghadapi tantangan yang tidak ringan. Pemeliharaan panel surya memerlukan perhatian khusus, dari kebersihan hingga pengamanan ikatan panel tersebut agar tak diterbangkan angin. Namun, mereka yakin bahwa manfaat yang didapatkan jauh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan.

Energi terbarukan menawarkan solusi bagi banyak masalah klasik dalam industri perikanan, yakni tingginya biaya operasional akibat bahan bakar fosil. Keberhasilan para nelayan di Spermonde menjadi contoh nyata bagi komunitas pesisir lainnya di Indonesia untuk melihat ke arah energi terbarukan sebagai jalan keluar dari keterbatasan ekonomi.

Dalam konteks yang lebih besar, langkah ini tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari perjuangan global untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari. Upaya ini sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi jejak karbon dan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.

Nilai keberhasilan para nelayan ini adalah pesan positif bahwa transformasi menuju energi hijau bukanlah sesuatu yang utopis, melainkan bisa diwujudkan jika ada kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Di Sampai saat ini, bauran energi Indonesia masih didominasi oleh energi fosil, tetapi kisah dari nelayan Spermonde memberikan harapan baru bahwa perubahan yang lebih baik itu mungkin terjadi, dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan hari ini.

Terkini