Kementrans Tingkatkan Produktivitas Transmigran Rempang Lewat Agrikultur Lahan

Sabtu, 08 November 2025 | 08:03:57 WIB
Kementrans Tingkatkan Produktivitas Transmigran Rempang Lewat Agrikultur Lahan

JAKARTA - Kementerian Transmigrasi (Kementrans) terus menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan masyarakat transmigran melalui pendekatan berbasis kemandirian dan keberlanjutan.

Salah satu langkah konkretnya terlihat dalam kegiatan pelatihan agrikultur yang diberikan kepada transmigran lokal di kawasan Rempang Eco City, Batam, Kepulauan Riau. Program ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mengoptimalkan potensi lahan pekarangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga secara berkelanjutan.

Pelatihan tersebut digagas oleh Tim Ekspedisi Patriot Kementrans yang menggandeng sejumlah perguruan tinggi dan lembaga riset untuk menciptakan model pemberdayaan yang sesuai dengan karakteristik tanah serta kebutuhan masyarakat setempat. Melalui kegiatan ini, transmigran lokal didorong untuk memanfaatkan lahan di sekitar rumah mereka menjadi sumber pangan dan penghasilan tambahan.

Menteri Transmigrasi M Iftitah Sulaiman Suryanagara menjelaskan bahwa pelatihan ini tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga memberikan keterampilan praktis agar masyarakat mampu mengelola lahan secara produktif. “Pelatihan ini memberikan pembekalan langsung kepada warga untuk mengelola lahan pekarangan dengan menanam berbagai jenis tanaman buah dan sayur sesuai karakteristik tanah di wilayah Rempang,” ujarnya di Batam.

Iftitah menambahkan bahwa pelatihan ini mencakup distribusi bibit dan pupuk agar peserta dapat langsung mempraktikkan ilmu yang diperoleh. “Ada empat tanaman yang kami berikan, nanti para transmigran juga dapat pupuknya. Ada nangka, lengkeng, mangga, dan satu lagi jambu air,” katanya. Selain tanaman buah, warga juga diajarkan menanam sayuran seperti cabai dan kangkung untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari sekaligus meningkatkan nilai ekonomi lahan mereka.

Pelatihan Berdasarkan Riset dan Pendampingan Lapangan

Kegiatan ini dirancang berdasarkan hasil riset Tim Ekspedisi Patriot yang bekerja sama dengan IPB University. Melalui pendekatan ilmiah tersebut, pelatihan dijalankan selama sepuluh hari dengan fokus pada teknik bercocok tanam yang efektif, pengelolaan pupuk, serta strategi menjaga kualitas tanah agar tetap subur dalam jangka panjang.

Kementrans menilai program semacam ini tidak hanya mendorong kemandirian ekonomi, tetapi juga membentuk pola pikir baru di kalangan transmigran. Menteri Iftitah menegaskan, “Kementerian Transmigrasi sekarang objek yang ditransformasikan adalah dua hal, pertama lahannya dan kedua sumber daya manusianya, bagaimana supaya lebih produktif.”

Selain itu, kementerian juga tengah menyiapkan pelatihan lanjutan khusus bagi kelompok nelayan. Program ini akan memperkenalkan teknik penangkapan ikan modern dan sistem bioflok agar hasil tangkapan meningkat dan aktivitas perikanan menjadi lebih berkelanjutan.

Sinergi Akademisi dan Pemerintah di Lapangan

Anggota Tim Ekspedisi Patriot dari Jurusan Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad), Putri (23), menjelaskan bahwa timnya saat ini sedang menyusun model desain komoditas unggulan di sektor pertanian dan peternakan. Selain melakukan penelitian, mereka juga aktif berdialog dengan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menemukan solusi terhadap kendala yang dihadapi di lapangan.

Salah satu persoalan yang muncul adalah status lahan yang seluruhnya masih milik pemerintah, sehingga aktivitas pertanian warga belum memiliki legalitas yang jelas. “Semoga semua masalah yang ada di sini terselesaikan lebih cepat, dan percepatan ekonominya mulai bertumbuh, karena kami lihat banyak sekali permasalahan baik itu sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang ada,” ujarnya.

Pendekatan kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci penting dalam menciptakan sistem pertanian terpadu yang sesuai dengan kondisi wilayah Rempang. Dukungan riset yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen dari berbagai universitas diharapkan dapat memperkuat landasan program pemberdayaan transmigran secara ilmiah dan berkelanjutan.

Tantangan dan Harapan Pengembangan Lahan Rempang

Selain kendala legalitas, tantangan teknis juga menjadi perhatian utama. Anggota tim ekspedisi lainnya dari Jurusan Keperawatan Unpad, Anna (20), menuturkan bahwa kondisi tanah di Pulau Batam cenderung sulit diolah karena berjenis tanah bauksit. “Terkait tantangan yang kami temui, lebih ke lahannya. Tanahnya itu tanah bauksit, jadi harus ada penggemburan dan pengelolaan terlebih dahulu sebelum ditanami,” jelasnya.

Meskipun demikian, tim ekspedisi bersama Kementrans optimistis bahwa dengan pengelolaan yang tepat, lahan tersebut dapat diubah menjadi lahan produktif. Penerapan teknologi pertanian sederhana, penggunaan pupuk organik, serta pendampingan berkelanjutan diyakini mampu meningkatkan kualitas tanah sekaligus memperluas potensi pertanian lokal.

Upaya pelatihan agrikultur di Rempang ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana program transmigrasi kini diarahkan bukan hanya untuk pemindahan penduduk, tetapi juga transformasi ekonomi berbasis sumber daya lokal. Melalui sinergi antara penelitian, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat, Kementrans berupaya menjadikan setiap transmigran sebagai pelaku pembangunan yang mandiri dan berdaya saing.

Dalam jangka panjang, kegiatan seperti ini diharapkan dapat menciptakan kawasan transmigrasi modern yang tidak hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga mampu menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan. Transformasi yang dilakukan oleh Kementrans di Rempang menjadi contoh bahwa pembangunan manusia dan lahan dapat berjalan beriringan, menuju kesejahteraan bersama dan kemandirian daerah.

Terkini