Toyota Siap Penuhi Kebutuhan Bioetanol Nasional Lewat Investasi Baru

Senin, 10 November 2025 | 15:47:28 WIB
Toyota Siap Penuhi Kebutuhan Bioetanol Nasional Lewat Investasi Baru

JAKARTA - Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu menegaskan bahwa langkah Toyota untuk menjajaki investasi di sektor bioetanol menunjukkan keseriusan industri otomotif global dalam mendukung kebijakan energi hijau Indonesia.

Melalui inisiatif ini, Toyota disebut siap mengambil peran penting dalam memenuhi kebutuhan bioetanol nasional yang kian meningkat seiring penerapan kebijakan mandatori pencampuran bahan bakar E10 (10 persen bioetanol dalam bensin).

“Saat ini, kebutuhan bahan bakar di dalam negeri mencapai lebih dari 40 juta kiloliter per tahun, dengan kewajiban E10 maka setidaknya Indonesia membutuhkan sekitar 4 juta kiloliter bioetanol di 2027 dan agar tidak kehilangan momentum, maka persiapan pembangunan pabrik pendukung harus dimulai dari sekarang. Peluang inilah yang ditangkap oleh Toyota yang juga sudah mengembangkan mobil berbahan bakar bioetanol di banyak negara,” ujar Todotua.

Kolaborasi dengan Jepang dan RABIT Dorong Teknologi Hijau

Dalam rangka menjajaki kerja sama strategis tersebut, Todotua melakukan pertemuan dengan CEO of Asia Region Toyota Motor Corporation, Masahiko Maeda, pada Jumat, 7 November 2025. Kunjungan itu dilanjutkan dengan peninjauan fasilitas riset di Fukushima yang dikelola oleh Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuels (RABIT).

Pertemuan ini membahas rencana investasi Toyota dalam membangun ekosistem bioetanol di Indonesia, selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang menitikberatkan pada penguatan hilirisasi, penciptaan nilai tambah sumber daya alam, dan kemandirian energi.

“Kami melihat potensi besar kerja sama dengan Toyota untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi bioetanol di kawasan,” kata Todotua.

Kolaborasi dengan RABIT menyoroti pengembangan bioetanol generasi kedua yang menggunakan biomassa nonpangan, seperti limbah pertanian dan tanaman sorgum. Teknologi ini dipandang relevan dengan karakteristik agrikultur Indonesia yang kaya dan beragam.

Potensi Besar Bioetanol Generasi Kedua di Indonesia

Wamen Investasi menjelaskan bahwa teknologi RABIT memungkinkan pemanfaatan multi feedstock, atau berbagai bahan baku nonpangan untuk produksi bioetanol. Dengan begitu, Indonesia memiliki peluang luas untuk mengoptimalkan limbah pertanian dan komoditas lokal.

“Kemarin saat kunjungan kami juga telah berdiskusi dengan RABIT, bahwa teknologi pabrik bioetanol generasi kedua ini dapat memanfaatkan berbagai macam limbah pertanian (multi feedstock), sehingga teknologinya cocok dengan Indonesia yang tidak hanya memiliki potensi tanaman sorgum, tetapi bisa juga dari tebu, padi, singkong, kelapa sawit, aren dan lain-lain,” ujarnya.

Pemerintah melalui Roadmap Hilirisasi Investasi Strategis Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM telah menyiapkan sejumlah wilayah untuk pengembangan industri bioetanol, di antaranya Lampung, yang memiliki pasokan bahan baku dari tebu, singkong, dan sorgum.

Investasi di sektor ini diharapkan dapat memperkuat rantai pasok energi bersih, sekaligus membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal.

Sinergi Toyota, Pertamina, dan Petani Lokal di Lampung

Todotua menjelaskan bahwa sebagai proyek perintis (pioneer project), kerja sama dengan Toyota akan dilakukan melalui Pertamina NRE (New Renewable Energy) di Lampung. Proyek tersebut nantinya tidak hanya melibatkan perusahaan besar, tetapi juga petani dan koperasi setempat.

“Sebagai pioneer project, tadi sudah didiskusikan akan bekerjasama dengan Pertamina NRE (New Renewable Energy) di Lampung, untuk bahan bakunya juga tidak hanya dari perusahaan tapi juga melibatkan petani dan koperasi tani setempat sehingga juga dapat menggerakkan perekonomian di daerah, nantinya untuk suplai energi juga diintegrasikan dengan plant geothermal dan hidrogen milik Pertamina,” tutur Todotua.

Langkah ini menunjukkan strategi pemerintah dalam mendorong model hilirisasi yang berbasis kolaborasi lintas sektor, serta memastikan manfaat investasi dirasakan langsung oleh masyarakat daerah.

Toyota dan Pertamina Segera Lakukan Studi Bersama

Dalam kesempatan yang sama, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyampaikan minat serius untuk berinvestasi di sektor bioetanol nasional. Langkah ini menjadi bagian dari strategi global Toyota dalam memastikan pasokan bahan bakar alternatif bagi kendaraan flex-fuel, sekaligus mendukung upaya pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil impor.

“Sepulangnya dari Tokyo, baik Toyota maupun Pertamina akan langsung melakukan joint study dan site visit ke lokasi di Lampung, targetnya pada awal tahun 2026 perusahaan patungan (JV) sudah terbentuk,” ungkap Todotua.

Wamen Investasi juga menambahkan bahwa untuk mendukung implementasi mandatori E10, sedang dikaji pembangunan fasilitas produksi bioetanol dengan kapasitas 60.000 kiloliter per tahun, dan nilai investasi mencapai Rp2,5 triliun.

“Investasi ini menjadi langkah awal yang diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang ekspor ke negara lain,” ujarnya.

Menuju Indonesia Mandiri Energi

Langkah Toyota bersama pemerintah Indonesia menunjukkan arah baru dalam transisi menuju ekonomi hijau dan kemandirian energi nasional. Dengan memanfaatkan potensi besar biomassa dan dukungan teknologi tinggi, Indonesia berpeluang menjadi pusat produksi bioetanol di kawasan Asia.

Kolaborasi antara Toyota, Pertamina, dan para petani lokal tidak hanya memperkuat ekosistem industri hijau, tetapi juga membuka ruang bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan pengurangan emisi karbon secara signifikan.

Dengan fondasi kerja sama yang kuat dan kebijakan hilirisasi yang berpihak pada nilai tambah dalam negeri, upaya ini diharapkan menjadi model keberhasilan investasi berkelanjutan yang membawa Indonesia menuju era energi bersih.

Terkini