JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menekankan perlunya perhatian bersama terhadap dampak disrupsi digital yang memengaruhi perkembangan anak.
Menurutnya, teknologi digital, meskipun memiliki banyak manfaat, juga menghadirkan tantangan serius bagi generasi muda yang hidup di era serba cepat.
“Oleh karena itu saatnya kemudian kita bersama-sama mengajak anak-anak kita ini untuk memiliki kesalehan digital, dimana teknologi digital itu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang positif dan diisi dengan konten-konten yang edukatif,” ujar Mendikdasmen.
Mendikdasmen menyoroti bahwa anak-anak saat ini seringkali memiliki keinginan serba instan dan tampak kuat secara fisik, namun sekaligus rentan secara mental. Hal ini menunjukkan pentingnya peran orang tua dan guru sebagai pendamping dalam membimbing anak agar memanfaatkan teknologi secara bijak.
Peran Guru dan Orang Tua dalam Kesalehan Digital
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menegaskan bahwa anak-anak tidak dapat sepenuhnya disalahkan atas perilaku mereka dalam penggunaan teknologi. "Dalam hal ini, orang tua dan guru juga memiliki peran penting dalam membimbing anak untuk menjadikan teknologi menjadi alat yang bermanfaat," ujarnya.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pun tengah mendorong implementasi kebijakan pembelajaran mendalam (deep learning). Prinsip ini menekankan kualitas pembelajaran, bukan sekadar kuantitas materi yang dipelajari.
“Kita mencoba untuk melakukan pendekatan pembelajaran yang melibatkan berpikir tingkat tinggi dan pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful. Pembelajaran yang reflektif, bermakna, dan menggembirakan,” tambah Mendikdasmen.
Pembelajaran Bermakna dan Integratif
Mendikdasmen menegaskan bahwa pembelajaran yang efektif adalah yang mampu diintegrasikan dengan kehidupan nyata dan berfokus pada penerapan pengetahuan. Ia mencontohkan sistem kurikulum di Singapura, yang dikenal dengan prinsip “when less is more”, di mana fokus diberikan pada materi yang esensial dan fundamental agar anak mampu membangun fondasi yang kuat untuk pengembangan ilmu lainnya.
“Kurikulum di Singapura itu didesain dengan istilah yang sering saya sebut when less is more, ketika yang sedikit itu ternyata menghasilkan yang banyak. Yang sedikit itu adalah yang most essential, yang sedikit itu adalah yang most fundamental. Karena dia most essential, dia most fundamental, maka dia bisa diterapkan, bisa menjadi fondasi dalam berbagai pengembangan ilmu-ilmu yang lainnya,” jelas Mendikdasmen.
Menurutnya, pendekatan ini mendorong siswa untuk terlibat langsung dalam konstruksi pengetahuan, bukan hanya menjadi konsumen materi pembelajaran. Hal ini membuat proses belajar lebih menyenangkan sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak.
Teknologi Sebagai Alat Positif
Kesalehan digital, lanjut Mendikdasmen, bukan sekadar mengatur perilaku anak di dunia maya, tetapi juga menanamkan kemampuan mereka menggunakan teknologi untuk tujuan edukatif. Ini termasuk kemampuan memilih konten yang bermanfaat, mengelola waktu online dengan bijak, serta mengembangkan keterampilan digital yang relevan dengan kebutuhan masa depan.
“Anak-anak perlu dibimbing agar teknologi digunakan sebagai alat positif. Mereka harus terlibat dalam proses belajar yang aktif, mampu memanfaatkan informasi untuk pembelajaran, dan tidak terjebak pada konten yang merugikan,” ungkap Mendikdasmen.
Kolaborasi Antargenerasi
Mendikdasmen menekankan pentingnya sinergi antara guru, orang tua, dan anak-anak dalam membangun kesalehan digital. Guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang mengarahkan siswa, sementara orang tua menjadi pendamping yang menanamkan nilai moral dan etika digital di rumah.
“Kita harus bersama-sama, guru dan orang tua, memastikan bahwa anak-anak tumbuh dengan kesadaran digital yang tinggi, mampu memanfaatkan teknologi secara produktif, dan memiliki keseimbangan antara kemampuan fisik dan mental,” tambah Mendikdasmen.
Menuju Pendidikan Digital yang Sehat
Implementasi deep learning dan kesalehan digital menjadi bagian dari upaya Kemendikdasmen dalam menyiapkan generasi yang adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan strategi ini, anak-anak diharapkan tidak hanya menguasai pengetahuan akademik, tetapi juga mampu berpikir kritis, kreatif, dan bertanggung jawab dalam penggunaan teknologi.
“Murid terlibat dalam construction of knowledge. Mereka menciptakan pengetahuan, bukan menjadi the consumption of knowledge. Mereka terlibat dalam konstruksi keilmuan, engage dalam proses belajar, dan ini yang membuat pembelajaran menjadi menyenangkan,” tutup Mendikdasmen Abdul Mu’ti.