Asuransi kredit

OJK Tegaskan Aturan Ketat Bagi Perusahaan Asuransi Kredit, Harapkan Ekosistem Berkelanjutan

OJK Tegaskan Aturan Ketat Bagi Perusahaan Asuransi Kredit, Harapkan Ekosistem Berkelanjutan
OJK Tegaskan Aturan Ketat Bagi Perusahaan Asuransi Kredit, Harapkan Ekosistem Berkelanjutan

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan kembali pentingnya ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi yang hendak memasarkan produk asuransi kredit. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No. 20 Tahun 2023 dengan tujuan membangun ekosistem perasuransian yang kuat dan berkelanjutan. Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas industri di tengah berbagai tantangan ekonomi.

Ekuitas Minimum, Solvabilitas, dan Likuiditas Jadi Kunci

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Industri Keuangan Non Bank OJK, Djonieri, menjelaskan bahwa perusahaan asuransi umum serta asuransi umum syariah yang ingin memasarkan produk terkait kredit atau pembiayaan syariah, beserta produk suretyship dan suretyship syariah, harus memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam POJK 20 Tahun 2023. "Untuk tingkat kesehatan, paling rendah peringkat komposisi 2 sesuai POJK penilaian tingkat kesehatan LJKNB," ujar Djonieri dalam webinar bertajuk “Mungkinkah Ada Relaksasi POJK 20/2023: Menyoal Aturan Modal Minimum & Asuransi Kredit Perdagangan”, Jumat, 31 Januari 2025.

Tak hanya dari segi ekuitas, Djonieri juga menyoroti pentingnya tingkat solvabilitas minimum dengan RBC minimal sebesar 120 persen, serta rasio kecukupan investasi yang harus mencapai lebih dari atau sama dengan 100 persen. Pada sisi pemasaran, perusahaan harus memiliki rasio likuiditas minimal sebesar 150 persen dan memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar. Selain itu, ada juga persyaratan untuk memiliki sistem informasi yang terintegrasi secara host to host dengan sistem milik kreditur, serta memiliki tenaga ahli askred yang kompeten.

Persyaratan Ketat untuk Masa Depan yang Lebih Tangguh

Lebih lanjut, Djonieri menjelaskan bahwa ekuitas minimum bagi asuransi kredit dan suretyship untuk asuransi umum konvensional yang disyaratkan oleh POJK 20 Tahun 2023 adalah ekuitas minimum eksisting sebesar Rp250 miliar. Angka tersebut akan ditingkatkan menjadi Rp375 miliar pada Januari 2027, dan kemudian mencapai Rp1 triliun pada Januari 2029. "Dan ekuitas minimum pada Januari 2029 menjadi sebesar Rp1 triliun," tambahnya.

Untuk asuransi syariah, ekuitas minimum awal ditetapkan sebesar Rp100 miliar, dengan target peningkatan menjadi Rp150 miliar pada Januari 2027, dan akhirnya menjadi Rp500 miliar pada Januari 2029. Kebutuhan modal yang tinggi ini bertujuan untuk mengantisipasi risiko-risiko yang dapat timbul, terutama saat terjadi krisis ekonomi, resesi, atau pandemi, yang dapat mengakibatkan risiko gagal bayar kredit yang besar dan masif. “Pertanyaannya adalah kenapa butuh modal yang besar? Karena tingkat risiko asuransi kredit yang tinggi, terutama saat krisis ekonomi, resesi atau pandemi yang terjadi akan mendorong risiko gagal bayar kredit yang besar dan masif,” jelas Djonieri.

Modal Besar: Pilar Pengelolaan Risiko Efisien

Djonieri menggarisbawahi bahwa kebutuhan modal besar juga penting untuk menjamin likuiditas yang cukup dalam meng-cover pembayaran klaim, memungkinkan perusahaan untuk mengelola risiko asuransi kredit secara efisien melalui keputusan retensi atau transfer risiko, serta meningkatkan kepercayaan bahwa perusahaan dapat memenuhi kewajiban dan klaim kreditur. “Kemudian meningkatkan tingkat kepercayaan kreditur bahwa perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajiban dan klaim kreditur dan kebutuhan sistem informasi yang real time dengan kreditur untuk mendukung bisnis asuransi kredit,” jelas Djonieri.

Pembagian Risiko dalam Askred dan TCI

Pada sisi risk sharing, POJK 20 Tahun 2023 mengatur bahwa risiko untuk asuransi kredit yang ditanggung kreditur harus paling sedikit 25 persen. Sementara itu, risiko yang terkait dengan Trade Credit Insurance (TCI) diatur dalam POJK 36/2024, di mana risiko yang dihadapi penjual atau supplier harus minimal 10 persen dari nilai transaksi perdagangan. Kebijakan ini mencerminkan upaya OJK dalam memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam transaksi asuransi kredit memiliki tanggung jawab dan menjaga stabilitas finansial.

Dengan peraturan yang lebih ketat dan jelas ini, diharapkan perusahaan asuransi di Indonesia dapat mengembangkan bisnisnya secara lebih bertanggung jawab serta mampu menanggulangi berbagai risiko yang mungkin muncul di masa depan. Kebijakan ini juga menunjukkan komitmen OJK dalam mengawal perkembangan industri asuransi yang lebih sehat dan berkelanjutan di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index