JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmennya untuk menata ulang aktivitas pertambangan rakyat agar lebih tertib, aman, dan berkelanjutan.
Langkah ini bukan sekadar upaya menertibkan praktik tambang tanpa izin (PETI), melainkan transformasi menuju sistem yang legal melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Cecep Mochammad Yasin, menjelaskan bahwa WPR bukan bentuk pengampunan bagi tambang ilegal, melainkan mekanisme untuk mengalihkan aktivitas penambangan ke wilayah yang memiliki izin resmi.
“Kita upayakan untuk bisa melalui adanya pengembangan melalui WPR, Wilayah Pertambangan Rakyat. Kita alihkan, kita legalisasi, bukan melegalisasi apa yang mereka lakukan pada saat itu, tapi kita coba transformasi ke WPR, wilayah-wilayah yang memang sudah ada izin, kita kembangkan seperti itu,” ujar Cecep dalam forum Bisnis Indonesia Forum bertajuk Perbaikan Tata Kelola Pertambangan untuk Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Mineral Nasional, pekan lalu.
Cecep menegaskan, pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tambang dapat beroperasi dengan memperhatikan aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan. “Pemerintah ingin agar peran serta masyarakat bisa lebih bertanggung jawab, lebih terkelola baik aspek lingkungannya, keselamatannya, maupun penerimaan negaranya,” ujarnya menambahkan.
Penguatan Tata Kelola Melalui Digitalisasi
Sebagai bagian dari reformasi tata kelola sektor mineral dan batubara (minerba), Kementerian ESDM telah menerapkan sistem digital terpadu bernama MinerbaOne. Sistem ini mengintegrasikan seluruh rantai kegiatan pertambangan mulai dari perizinan, eksplorasi, produksi, hingga penjualan.
“Kita sudah mengintegrasikan yang semula masih terpisah-pisah, dari eksplorasi hingga pengangkutan penjualan, semua tercatat secara elektronik di Minerbawan,” jelas Cecep.
Dalam sistem tersebut, terdapat sejumlah aplikasi pendukung seperti Minerba Online Monitoring System untuk pelaporan produksi, e-PNBP untuk pencatatan penerimaan negara bukan pajak, serta MPV untuk verifikasi penjualan hasil tambang.
“Aplikasi Minerba online monitoring system itu memastikan setiap pengapalan dan produksi tercatat secara elektronik. Lalu ada aplikasi e-PNBP yang meningkatkan rasio ketercapaian royalti karena lebih transparan dan menutup peluang kebocoran,” katanya.
Cecep menilai penerapan sistem digital ini menjadi tonggak penting dalam reformasi tata kelola minerba agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel. “MPV itu terkait verifikasi penjualan, otomatis apa yang dijual memang clear terkait kualitas dan kuantitas. Semua diverifikasi bersama stakeholder termasuk Bea Cukai, Syahbandar, dan perwakilan pemerintah dari sektor ESDM,” ujarnya.
Pembentukan Tim Gakkum Minerba
Selain melalui digitalisasi, pemerintah juga memperkuat pengawasan lapangan dengan membentuk jajaran Penegakan Hukum (Gakkum) Minerba. Tim ini bertugas meningkatkan koordinasi lintas lembaga dan aparat penegak hukum dalam menangani praktik pertambangan ilegal yang masih marak di berbagai daerah.
“Kita baru terbentuk jajaran Gakkum dari sisi pengawasan. Dulu fokusnya hanya pada pemberi izin, tapi sekarang akan lebih fokus mengkoordinasikan penindakan bersama kepolisian dan aparat hukum lain,” ujar Cecep.
Pembentukan tim ini diharapkan membuat proses penindakan terhadap tambang ilegal berjalan lebih sistematis, terkoordinasi, dan memiliki efek jera yang nyata. Pemerintah juga terus menjalin sinergi dengan aparat penegak hukum agar pengawasan di lapangan dapat dilakukan secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir kegiatan pertambangan.
Kepatuhan Lingkungan Jadi Syarat Mutlak
Kementerian ESDM menegaskan bahwa kepatuhan terhadap aspek lingkungan menjadi prasyarat utama dalam kegiatan pertambangan. Sebelum memperoleh izin operasi untuk tahun berikutnya, perusahaan wajib menempatkan jaminan reklamasi serta mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) jika beroperasi di area kehutanan.
“Ketentuan baru ini salah satu kewajiban sebelum diberikan persetujuan untuk melakukan kegiatan di tahun ke depan. Penempatan jaminan reklamasi bisa dilakukan,” jelas Cecep.
Kewajiban tersebut menjadi langkah penting untuk memastikan pelaku usaha tambang memiliki tanggung jawab terhadap pemulihan lahan pascatambang serta pelestarian ekosistem sekitar area operasional. Dengan demikian, kegiatan pertambangan tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan dan sosial masyarakat sekitar.
Transformasi tambang rakyat yang diinisiasi pemerintah melalui skema WPR dan digitalisasi sistem Minerba merupakan langkah strategis menuju tata kelola pertambangan nasional yang lebih transparan, tertib, dan berkelanjutan.
Dengan dukungan masyarakat, penegakan hukum yang tegas, serta penerapan teknologi digital, diharapkan aktivitas tambang rakyat tidak lagi identik dengan praktik ilegal, tetapi menjadi bagian dari ekonomi formal yang memberikan manfaat luas bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan daerah.