Industri

Pengusaha Dorong Penundaan Larangan Impor Garam Industri Sementara Waktu

Pengusaha Dorong Penundaan Larangan Impor Garam Industri Sementara Waktu
Pengusaha Dorong Penundaan Larangan Impor Garam Industri Sementara Waktu

JAKARTA - Pelaku industri petrokimia menilai kebijakan penghentian impor garam industri yang direncanakan pemerintah perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan kesiapan produksi garam dalam negeri.

Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) menegaskan, garam impor masih sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan fasilitas industri berbasis bahan kimia yang tengah berjalan saat ini.

Wakil Ketua Umum Inaplas, Edi Rivai, menyampaikan bahwa salah satu industri besar di sektor petrokimia kini tengah mengerjakan proyek strategis pembangunan chlor alkali plant (CAP). Proyek tersebut membutuhkan pasokan garam industri dalam jumlah besar dan dengan kualitas tinggi yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari sumber domestik.

“Kami terkendala dengan adanya kebijakan yang tentu harus kita sikapi bersama terkait dengan suplai bahan baku, garam industri untuk chlor alkali, mengingat diberikan batasan hanya sampai 2027 untuk itu mendapatkan garam lokal,” ujar Edi.

Pabrik Strategis Nasional Butuh Keberlanjutan Pasokan

Proyek CAP yang dimaksud merupakan bagian dari pembangunan pabrik kimia Chlor Alkali-Ethylene Dichloride (CA-EDC) oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA). Fasilitas tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal I/2027 dan menjadi bagian penting dalam rantai pasok industri petrokimia nasional. Investasi yang digelontorkan untuk pembangunan proyek ini mencapai Rp15 triliun dengan progres konstruksi saat ini sekitar 36 persen.

Pabrik CA-EDC ini dikembangkan melalui anak usaha Chandra Asri, yakni PT Chandra Asri Alkali (CAA), dan telah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Status tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 12/2025.
Sebagai proyek PSN, pabrik ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor bahan kimia serta menghemat devisa negara. Berdasarkan perhitungan, potensi penyelamatan devisa dari berkurangnya impor produk kimia seperti soda kaustik dan turunan lainnya diperkirakan mencapai Rp4,9 triliun per tahun.

Kualitas Garam Lokal Masih Belum Memenuhi Standar Industri

Edi menjelaskan bahwa pihaknya tidak menolak kebijakan swasembada garam nasional yang menjadi fokus pemerintah. Namun, ia menilai bahwa kemampuan produksi garam lokal, khususnya dalam hal kualitas dan volume, belum sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan industri kimia skala besar.

“Tentu swasembada ini kita support. Namun demikian, harus memastikan bahwa pertama adalah kualitas, kemudian kuantitas, dan kemudian harga,” ujarnya menegaskan.

Menurutnya, garam lokal masih memiliki tingkat impuritas yang tinggi, terutama kandungan kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang melebihi batas toleransi industri. Sementara itu, sektor chlor alkali membutuhkan garam dengan kandungan natrium klorida (NaCl) di atas 97 persen, agar proses produksi bahan kimia dasar dapat berjalan optimal.

Keterbatasan kualitas bahan baku ini menjadi alasan utama bagi pelaku industri untuk mengajukan permohonan penundaan larangan impor garam industri setidaknya selama sepuluh tahun ke depan.

Permintaan Relaksasi hingga Swasembada Tercapai

Dalam forum bersama Komisi VII DPR, Edi menyampaikan permohonan agar pemerintah memberikan relaksasi kebijakan impor garam industri hingga program swasembada benar-benar tercapai dengan standar kualitas yang sesuai kebutuhan industri berat.

“Dalam waktu dekat, kita sangat mengharapkan dari bapak ibu pimpinan untuk memberikan relaksasi terhadap importasi garam untuk chlor alkali plant ini setidaknya sepuluh tahun mendatang sampai swasembada tersebut bisa tercapai dengan grade di atas,” ungkapnya.

Permintaan tersebut dinilai wajar mengingat industri petrokimia membutuhkan kesinambungan pasokan bahan baku selama masa transisi menuju kemandirian garam nasional. Tanpa adanya fleksibilitas impor, dikhawatirkan proyek bernilai strategis nasional dapat terhambat akibat keterbatasan suplai bahan baku utama.

Pemerintah Tetap Targetkan Kemandirian Garam Nasional

Di sisi lain, pemerintah melalui Perpres 126/2022 tetap menargetkan kemandirian garam nasional dengan mengatur pengurangan kuota impor secara bertahap. Kebijakan tersebut mencakup pembatasan impor garam untuk industri chlor alkali, serta pelarangan impor untuk sektor farmasi dan aneka pangan.
Langkah ini diambil untuk mendorong peningkatan produksi garam lokal dan memperkuat kedaulatan pangan serta industri dalam negeri.

Namun, sejumlah kalangan menilai bahwa kebijakan tersebut perlu disesuaikan dengan realitas kebutuhan industri, agar tidak berdampak negatif terhadap investasi yang sudah berjalan. 

Dalam konteks ini, suara dari pelaku industri seperti Inaplas mencerminkan harapan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, sehingga target swasembada dapat tercapai tanpa mengorbankan keberlanjutan industri strategis.

Sinergi Kebijakan dan Kesiapan Industri Diperlukan

Polemik terkait impor garam industri menunjukkan pentingnya sinkronisasi antara kebijakan pemerintah dan kapasitas produksi domestik. Dengan adanya proyek besar seperti CA-EDC milik Chandra Asri, kebutuhan garam berkualitas tinggi akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

Pemerintah diharapkan dapat menyiapkan peta jalan transisi yang realistis, agar program swasembada tidak menghambat investasi maupun produksi industri kimia nasional.

Dengan demikian, usulan Inaplas bukan bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah, melainkan ajakan untuk mencari solusi bersama. Relaksasi impor dianggap sebagai langkah kompromi sementara, sampai kapasitas dan kualitas garam lokal benar-benar memenuhi standar industri modern.

Jika keseimbangan ini tercapai, maka Indonesia tidak hanya akan mencapai kemandirian garam, tetapi juga memperkuat daya saing industri petrokimia nasional yang menjadi salah satu penopang utama ekonomi dan ekspor negara.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index