Kenaikan Harga CPO Terpicu Penguatan Minyak Mentah dan Kedelai

Kamis, 09 Oktober 2025 | 08:10:34 WIB
Kenaikan Harga CPO Terpicu Penguatan Minyak Mentah dan Kedelai

JAKARTA - Pergerakan harga minyak mentah dunia dan minyak kedelai yang sama-sama menguat menjadi katalis penting bagi lonjakan harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) pada Rabu, 8 Oktober 2025.

Harga komoditas andalan Asia Tenggara ini menanjak tajam, mencerminkan sentimen positif dari pasar minyak nabati global yang tengah bergerak naik.

Data perdagangan BMD menunjukkan seluruh kontrak berjangka CPO mencatat kenaikan signifikan. Untuk kontrak Oktober 2025, harga naik 62 Ringgit Malaysia menjadi 4.468 Ringgit Malaysia per ton. Sementara itu, kontrak November 2025 juga melesat 62 Ringgit Malaysia menjadi 4.506 Ringgit Malaysia per ton.

Kenaikan berlanjut hingga periode akhir tahun. Kontrak Desember 2025 menanjak 75 Ringgit Malaysia ke posisi 4.545 Ringgit Malaysia per ton, sedangkan kontrak Januari 2026 juga meningkat 75 Ringgit Malaysia ke 4.563 Ringgit Malaysia per ton. Untuk bulan Februari 2026, kontrak berjangka melonjak 69 Ringgit Malaysia menjadi 4.552 Ringgit Malaysia per ton, sementara kontrak Maret 2026 naik 53 Ringgit Malaysia ke level 4.514 Ringgit Malaysia per ton.

Berdasarkan data Trading View, harga CPO secara keseluruhan naik lebih dari 1% pada perdagangan hari tersebut.

Seorang trader berbasis di Kuala Lumpur menjelaskan bahwa lonjakan harga ini dipicu oleh kenaikan harga minyak kedelai dan minyak mentah dunia, yang mengangkat harga futures minyak sawit mentah.

“Penguatan harga minyak kedelai dan minyak mentah mengangkat harga futures minyak sawit mentah hari ini. Kontrak Desember berhasil menembus level psikologis 4.500 ringgit, sehingga memicu aksi short covering dan minat beli baru,” ujar trader tersebut.

Sentimen Positif dari Minyak Mentah dan OPEC+

Lonjakan harga minyak mentah menjadi salah satu faktor utama yang menopang kenaikan harga CPO. Harga minyak dunia naik lebih dari 1% setelah keputusan kelompok produsen OPEC+ yang hanya menambah produksi dalam jumlah kecil untuk bulan depan.

Kebijakan tersebut memunculkan optimisme baru terhadap potensi pengetatan pasokan minyak global, meskipun sebagian pelaku pasar tetap waspada terhadap kemungkinan kelebihan pasokan di kemudian hari.

Kenaikan harga minyak mentah berimbas langsung pada harga minyak sawit, mengingat kedua komoditas tersebut memiliki hubungan erat dalam industri energi, terutama di sektor biodiesel. Ketika harga minyak mentah naik, minyak sawit menjadi alternatif yang lebih menarik untuk digunakan sebagai bahan bakar nabati.

Komitmen Indonesia terhadap Energi Hijau

Dalam konteks ini, Indonesia juga terus memperkuat peran minyak sawit dalam transisi energi nasional. Pemerintah berkomitmen melanjutkan rencana penerapan mandatori biodiesel B50 pada tahun 2026, yang mencampurkan 50% bahan bakar nabati berbasis minyak sawit dengan solar.

Menurut Menteri Energi Indonesia, kebijakan B50 bertujuan mengurangi ketergantungan pada impor solar dan memperkuat ketahanan energi nasional. Upaya ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa permintaan domestik terhadap minyak sawit mentah akan tetap tinggi dalam beberapa tahun ke depan, sehingga dapat menopang harga CPO di pasar internasional.

Dampak Pergerakan Harga Minyak Kedelai

Selain minyak mentah, harga minyak kedelai juga menjadi pendorong penting bagi kenaikan CPO. Di Chicago Board of Trade (CBOT), harga minyak kedelai naik 0,72% pada hari yang sama. Kenaikan ini turut memperkuat sentimen positif di pasar minyak nabati global.

Sebagai dua komoditas yang saling bersaing di pasar dunia, minyak sawit dan minyak kedelai memiliki keterkaitan erat. Ketika harga minyak kedelai naik, permintaan terhadap minyak sawit cenderung meningkat karena dianggap sebagai alternatif yang lebih ekonomis.

Sementara itu, Bursa Komoditas Dalian di China—salah satu pasar penting bagi minyak nabati—masih tutup dari 1–8 Oktober 2025 karena libur nasional. Meski demikian, investor tetap memperkirakan kenaikan harga minyak nabati akan berlanjut setelah bursa China kembali dibuka.

Dampak Nilai Tukar Ringgit terhadap Daya Saing Ekspor

Faktor lain yang turut mempengaruhi penguatan harga CPO adalah pelemahan Ringgit Malaysia, mata uang utama dalam perdagangan minyak sawit. Pada hari yang sama, Ringgit melemah 0,05% terhadap dolar AS.

Kondisi ini membuat minyak sawit Malaysia menjadi lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang asing, terutama dari negara importir besar seperti India dan China. Pelemahan mata uang lokal sering kali memberikan dorongan tambahan terhadap permintaan ekspor, yang secara tidak langsung mengangkat harga di pasar berjangka.

Arah Pasar Minyak Nabati ke Depan

Dengan berbagai faktor pendorong tersebut, harga CPO diperkirakan masih memiliki ruang untuk menguat dalam jangka pendek. Kombinasi antara penguatan harga minyak mentah, kenaikan minyak kedelai, serta kebijakan energi berkelanjutan di Indonesia menjadi sinyal positif bagi pasar sawit global.

Namun demikian, pelaku pasar tetap mewaspadai kemungkinan koreksi harga jika terjadi peningkatan pasokan dari produsen utama atau penurunan permintaan di negara konsumen besar. Selain itu, perkembangan cuaca dan kebijakan ekspor dari Indonesia serta Malaysia juga akan menjadi variabel penting yang memengaruhi arah harga ke depan.

Kenaikan tajam yang terjadi pada perdagangan Rabu, 8 Oktober 2025 memperlihatkan betapa sensitifnya harga CPO terhadap dinamika energi global. Ketika minyak mentah dan minyak nabati lainnya bergerak naik, harga CPO cenderung mengikuti tren serupa karena perannya yang kian strategis dalam industri energi terbarukan.

Dengan prospek kebijakan B50 Indonesia dan kecenderungan pasar yang mendukung energi hijau, banyak analis menilai momentum penguatan CPO masih akan berlanjut dalam beberapa waktu mendatang.

Terkini